8 April 2025 — Kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang meluas ke puluhan negara memicu ketegangan perdagangan global, kritik dari sekutu, dan kekhawatiran resesi. Berikut analisis mendalam tentang dampak kebijakan ini:
1. Eskalasi Tarif dan Respons Negara-Negara
Tarif AS-China Mencapai 100%+: Trump mengancam menambah tarif 50% untuk impor China pada 9 April 2025, menjadikan total tarif AS ke China melebihi 100%. China mengecam langkah ini sebagai "pemerasan" dan bersumpah "bertarung sampai akhir".
Retaliasi Uni Eropa: UE mengusulkan tarif balasan 25% untuk produk AS seperti kedelai dan sosis, sementara merancang mekanisme pemantauan ekspor murah China ke Eropa.
Negara Asia Cari Solusi:
Vietnam meminta penundaan 45 hari tarif 46% AS dengan janji meningkatkan pembelian produk pertahanan.
Indonesia menurunkan pajak impor elektronik dan baja untuk meredam tarif 32% AS.
Dampak Ekonomi Global
Pasar Saham Bergejolak: Indeks S&P 500 sempat jatuh ke wilayah bear market (-18% dari puncak Februari), sementara pasar Asia seperti Hong Kong (-13%) dan Taiwan (-10%) anjlok.
Inflasi dan Kenaikan Harga:
Harga iPhone diprediksi naik 30-40% akibat tarif Vietnam (46%) dan China (34%).
Mobil impor AS seperti Volkswagen dan Infiniti mengalami kenaikan harga 15.000 per unit.
Barang sehari-hari seperti kopi, pisang, dan kertas toilet diperkirakan mahal karena tarif negara produsen.
Ancaman Resesi: Analis Goldman Sachs meningkatkan probabilitas resesi AS dari 35% menjadi 45%, sementara Bill Ackman (investor terkemuka) memperingatkan "musim dingin nuklir ekonomi".
Retaliasi dan Pergeseran Aliansi Global
China: Memberlakukan tarif 34% untuk produk AS dan menggugat AS di WTO. Beijing juga mengancam membatasi ekspor rare earth elements.
Kanada dan UE:
Toko Kanada menarik produk AS dari rak, sementara UE mempertimbangkan pembatasan akses pasar untuk bank AS.
UE dan Jepang memperkuat kerja sama perdagangan regional tanpa melibatkan AS.
Israel dan Jepang:
PM Benjamin Netanyahu menawarkan penghapusan defisit perdagangan dengan AS, tetapi Trump menolak mencabut tarif 17% untuk Israel.
Jepang mendapat prioritas negosiasi tarif setelah PM Shigeru Ishiba berbicara langsung dengan Trump.
Kritik Internal dan Kontradiksi Kebijakan
Penentangan dari Ekonom dan Pengusaha:
Greg Mankiw (Mantan Penasihat Ekonomi Bush): Menyebut tarif Trump sebagai "malpraktik ekonomi" yang berisiko memicu krisis.
Business Roundtable: Mengkritik tarif sebagai ancaman bagi manufaktur AS dan stabilitas pasar.
Kontradiksi di Internal Gedung Putih:
Menteri Keuangan Scott Bessent mendorong negosiasi, sementara penasihat perdagangan Peter Navarro bersikeras tarif adalah "darurat nasional" tanpa kompromi.
Dampak Strategis Jangka Panjang
Isolasi AS: Kebijakan Trump dikritik merusak hubungan dengan sekutu dan menguntungkan China dalam persaingan geopolitik. UE dan Asia Tenggara mulai mengurangi ketergantungan pada pasar AS.
Kegagalan Revitalisasi Manufaktur:
Tarif dinilai tidak efektif membangkitkan industri AS karena investasi pabrik membutuhkan waktu 10+ tahun, sementara perusahaan seperti Apple dan Tesla lebih memilih relokasi ke Meksiko atau Indonesia.
Upah rendah dan biaya produksi tinggi di AS membuat produk sulit bersaing dengan negara berkembang.
Tarif Trump sebagai Bumerang Global
Kebijakan proteksionis Trump tidak hanya meningkatkan ketegangan dengan negara lain tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi dalam negeri. Dengan inflasi yang membebani konsumen, retaliasi yang meluas, dan risiko resesi, langkah ini berpotensi menjadi blunder strategis terbesar AS dalam beberapa dekade. Tanpa negosiasi yang realistis, tarif Trump mungkin akan dikenang sebagai pemicu krisis ekonomi global.